Tidak
ada orang yang ingin hidupnya tidak bahagia. Semua orang ingin
bahagia. Namun hanya sedikit yang mengerti arti bahagia yang
sesungguhnya.
Hidup
bahagia merupakan idaman setiap orang, bahkan menjadi simbol
keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak sedikit manusia yang mengorbankan
segala-galanya untuk meraihnya. Menggantungkan cita-cita menjulang
setinggi langit dengan puncak tujuan teresebut adalah bagaimana hidup
bahagia.
Hidup bahagia merupakan cita-cita tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Apabila kebahagian itu terletak pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk, maka mereka telah mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Akan tetapi tidak dia dapati dan sia-sia pengorbanannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan, maka mereka telah siap mengorbankan apa saja yang dituntutnya, begitu juga teryata mereka tidak mendapatkannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketenaran nama, maka mereka telah berusaha untuk meraihnya dengan apapun juga dan mereka tidak dapati. Demikianlah gambaran cita-cita hidup ingin kebahagiaan.
Apakah tercela orang-orang yang menginginkan demikian? Apakah salah bila seseorang bercita-cita untuk bahagia dalam hidup? Dan lalu apakah hakikat hidup bahagia itu?
Pertanyaan-pertanyaan
ini membutuhkan jawaban agar setiap orang tidak putus asa ketika dia
berusaha menjalani pengorbanan hidup tersebut.
Hakikat Hidup Bahagia
Mendefinisikan
hidup bahagia sangatlah mudah untuk diungkapkan dengan kata-kata dan
sangat mudah untuk disusun dalam bentuk kalimat. Dalam kenyataannya
telah banyak orang yang tampil untuk mendifinisikannya sesuai dengan
sisi pandang masing-masing, akan tetapi mereka belum menemukan titik
terang. Ahli ekonomi mendifinisikannya sesuai dengan bidang dan tujuan
ilmu perekonomian. Ahli kesenian mendifinisikannya sesuai dengan ilmu
kesenian. Ahli jiwa akan mendifinisikannya sesuai dengan ilmu jiwa
tersebut. Mari kita melihat bimbingan Allah Subhanahu Wata’ala dan
Rasul-Nya Muhammad Shalallahu ‘Alahi Wasallam tentang hidup bahagia.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
“Kamu
tidak akan menemukan satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhir saling cinta-mencinta kepada orang yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya walaupun mereka adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka,
saudara-saudara mereka dan keluarga-keluarga mereka. Merekalah
orang-orang yang telah dicatat dalam hati-hati mereka keimanan dan
diberikan pertolongan, memasukkan mereka kedalam surga yang mengalir
dari bawahnya sungai-sungai dan kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka
dan mereka ridha kepada Allah. Ketahuilah mereka adalah (hizb) pasukan
Allah dan ketahuilah bahwa pasukan Allah itu pasti menang. “
Dari ayat ini jelas bagaimana Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan orang-orang yang bahagia dan mendapatkan kemenangan di dunia dan diakhirat. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan hari akhir dan orang-orang yang menjunjung tinggi makna al-wala’ (berloyalitas) dan al-bara’ (kebencian) sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasallam. As-Sa’di dalam tafsir beliau mengatakan: “Orang-orang yang memiliki sifat ini adalah orang-orang yang telah dicatat di dalam hati-hati mereka keimanan. Artinya Allah mengokohkan dalam dirinya keimanan dan menahannya sehingga tidak goncang dan terpengaruh sedikitpun dengan syubhat dan keraguan. Dialah yang telah dikuatkan oleh Allah dengan pertolongn-Nya yaitu menguatkanya dengan wahyu-Nya, ilmu dari-Nya, pertolongan dan dengan segala kebaikan. Merekalah orang-orang yang mendapatkan kebagian dalam hidup di negeri dunia dan akan mendapatkan segala macam nikmat di dalam surga dimana di dalamnya terdapat segala apa yang diinginkan oleh setiap jiwa dan menyejukkan hatinya dan segala apa yang diinginkan dan mereka juga akan mendapatkan nikmat yang paling utama dan besar yaitu mendapatkan keridhaan Allah dan tidak akan mendapatkan kemurkaan selama – lamanya dan mereka ridha dengan apa yang diberikan oleh Rabb mereka dari segala macam kemuliaan, pahala yang banyak, kewibawaan yang tinggi dan derajat yang tinggi. Hal ini dikarenakan mereka tidak melihat yang lebih dari apa yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala”.
Abdurrahman As-sa’dy dalam mukadimah risalah beliau Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah hal. 5 mengatakan: “Sesungguhnya ketenangan dan ketenteraman hati dan hilangnya kegundahgulanaan darinya itulah yang dicari oleh setiap orang. Karena dengan dasar itulah akan didapati kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki”.
Allah berfirman:
Baraing siapa yang melakukan amal shleh dari kalangan laki-laki dan perempuan dan dia dalam keadaan beriman maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik dan membalas mereka dengan ganjaran pahala yang lebih baik dikarenakan apa yang telah di lakukannya.
As-Sa’dy
dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 9 mengatakan:
“Allah memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yang
menghimpun antara iman dan amal shaleh yaitu dengan kehidupan yang
bahagia dalam negeri dunia ini dan membalasnya dengan pahala di dunia
dan akhirat”.
Dari kedua
dalil ini kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagian hidup itu terletak
pada dua perkara yang sangat mendasar : Kebagusan jiwa yang di landasi
oleh iman yang benar dan kebagusan amal seseorang yang dilandasi oleh
ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam.
Kebahagian Yang Hakiki dengan Aqidah
Orang yang beriman kepada Allah dan mewujudkan keimanannya tersebut dalam amal mereka adalah orang yang bahagia di dalam hidup. Merekalah yang apabila mendapatkan ujian hidup merasa bahagia dengannya karena mengetahui bahwa semuanya datang dari Allah Subhanahu Wata’ala dan di belakang kejadian ini ada hikmah-hikmah yang belum terbetik pada dirinya yang dirahasiakan oleh Allah sehingga menjadikan dia bersabar menerimanya. Dan apabila mereka mendapatkan kesenangan, mereka bahagia dengannya karena mereka mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah yang mengharuskan dia bersyukur kepada-Nya.
Alangkah bahagianya hidup kalau dalam setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Diantara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera imannya dalam mengarungi lautan hidup. Allah berfirman;
Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku ), niscaya Aku akan benar-benar menambahnya kepada kalian dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”.
Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda:
Dan tidaklah seseorang di berikan satu pemberian lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran”. ( HR. Bukhari dan Muslim )
Kesabaran itu adalah Cahaya.
Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘Anhu brkata: “Kami menemukan kebahagian hidup bersama kesabaran”. ( HR. Bukhari)
Mari
kita mendengar herannya Rasululah terhadap kehidupan orang-orang yang
beriman di mana mereka selalu dalam kebaikan siang dan malam:
“Sungguh
sangat mengherankan urusannya orang yang beriman dimana semua
urusannya adalah baik dan yang demikian itu tidak didapati kecuali oleh
orang yang beriman. Kalau dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka
yang demikian itu merupakan kebaikan baginya dan kalau dia ditimpa
mudharat mereka bersabar maka itu merupakan satu kebaikan baginya”.
As-Sa’dy
rahilahullah mengatakan: ”Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang
beriman kepada Allah berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya dalam
setiap keadaan yang dilaluinya baik itu senang atau duka. Dari itu
kamu menemukan bila dua orang ditimpa oleh dua hal tersebut kamu akan
mendapatkan perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut, yang demikian
itu disebabkan karena perbedaan tingkat kimanan yang ada pada mereka
berdua”. Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman
12.
Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup manusia terbagi menjadi tiga golongan.
Pertama,
orang yang mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha untuk
menempuhnya walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia
mengorbankan segala apa yang diminta oleh perjuangan tersebut walaupun
harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dalam amukan badai
kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarganya untuk bersama-sama
dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’arnya adalah firman Allah;
Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.
Karena perjuangan yang gigih tersebut, Allah mencatatnya termasuk kedalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al- ‘Ashr 1-3 dan surat Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki.
Kedua,
orang yang mengetahui jalan kebahagian yang hakiki tersebut namun
dikarenakan kelemahan iman yang ada pada dirinya menyebabkan dia
menempuh jalan yang lain dengan cara menghinakan dirinya di hadapan hawa
nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung
melawannya. Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagian yang
semu daripada harus meraih kebahagian yang hakiki di dunia dan di
Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota keyakinannya dan
menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan
orang-orang yang lemah imannya.
Ketiga, orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagian yang hakiki. Mereka siap melelang agamanya dengan kehidupan dunia yang fana’ dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang yang seperti inilah yang dimaksud oleh Allah dalm surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “Orang-orang yang pasti merugi” dan yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu “ Partainya syaithon yang pasti akan merugi dan gagal”. Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam sabda beliau:
Di
pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir
dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir dan dia
melelang agamanya dengan harga dunia
.
Banyak
pelajaran yang bisa kita ambil dalam hadits Rasulullah Shalallahu
‘Alahi Wasallam, diantaranya adalah kebahagian hidup dan kemuliaannya
ada bersama keteguhan berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkannya
dalam bentuk amal shaleh dan tidak bolehnya seseorang untuk menunda
amal yang pada akhirnya dia terjatuh dalam perangkap syaithan yaitu
merasa aman dari balasan tipu daya Allah Subhanahu Wata’ala. Hidup harus
bertarung dengan fitnah sehingga dengannya ada yang harus menemukan
kegagalan dirinya dan terjatuh pada kehinaan di mata Alllah dan di mata
makhluk-Nya.
Wallahu A’lam .
Dikutip dari http://www.asysyariah.com/
0 Komentar